Mengapa Kita Perlu Berseru?

Mahkamah Agung membatalkan surat keputusan bersama tiga menteri soal seragam sekolah. Tantangan berat merawat toleransi di sekolah.

Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang seragam siswa dan tenaga kependidikan pada Jumat, 7 Mei 2021.

SKB yang dimaksud adalah Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Keputusan ini diterbitkan pada 3 Februari lalu.

Penerbitan SKB ini adalah upaya menghilangkan diskriminasi dan perundungan terhadap perempuan dan anak perempuan di sekolah. Ada enam poin utama di dalam SKB 3 Menteri tersebut, di antaranya adalah soal kebebasan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, untuk memilih seragam dan atribut dengan atau tanpa kekhasan agama.

SKB ini juga menegaskan bahwa pemda dan pihak sekolah tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhasan agama. Tak hanya itu, pemda dan sekolah juga wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dengan kekhasan agama, paling lama 30 hari kerja sejak keputusan ditetapkan. Bagi yang melanggar, akan dijatuhi sanksi oleh pemerintah pusat.

Menurut Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, langkah ini adalah respons dari kasus pemaksaan pemakaian jilbab kepada siswi di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat. Menurut Yaqut, SKB ini penting  untuk diterapkan, mengingat masih banyak sekolah yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut agama.

Sementara menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, keputusan memakai seragam dan atribut agama harus menjadi keputusan individu. Untuk itu, pihak sekolah tak boleh mewajibkan atau melarang siapa pun terkait hal tersebut.

Namun, upaya pemerintah mendapat penolakan dari sejumlah pihak, di antaranya Wali Kota Pariaman, Genius Umar, dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.

Menurut Ketua LKAAM Sumbar, Sayuti Dt Panghulu, SKB itu bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pada Februari lalu, LKAAM Sumbar resmi mengajukan gugatan uji materiil terhadap SKB 3 Menteri tersebut ke MA. Hingga akhirnya, setelah melakukan uji materiil, majelis hakim yang diketuai Yulius dengan hakim anggota Irfan Fachrudin dan Is Sudaryono memenangkan gugatan itu.

Majelis hakim menilai, SKB 3 Menteri ini bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, di antaranya adalah sejumlah pasal di dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 24 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Atas dasar itu, maka SKB 3 Menteri tersebut dinyatakan tidak sah dan tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.

Keputusan ini disayangkan oleh sejumlah pihak, di antaranya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).

Meski mengaku tetap menghormati keputusan MA, Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti, tetap merasa kecewa. Retno mengatakan, tujuan dari SKB 3 Menteri itu sudah tepat, yaitu untuk mengajarkan keberagaman kepada siswa-siswi di sekolah negeri. Menurut Retno, murid di sekolah negeri berasal dari berbagai suku dan agama, sehingga peraturan soal seragam berdasarkan agama tertentu adalah sesuatu yang tidak tepat.

Sementara menurut Koordinator P2G, Satriawan Salim, pembatalan SKB 3 Menteri ini akan membuat sikap intoleransi akan terus ada di lingkungan sekolah. Satriawan khawatir, ke depannya sekolah tak lagi bisa menjadi tempat untuk menyemai nilai kebhinekaan. []

Lihat juga: Kronologi SKB Seragam Sekolah

2 Tanggapan

  1. Seharusnya MA bertanya kepada penggugat SKB 3 Menteri dalam hal ini LKLM Sumbar dalam kapasitas apa ormas Sumbar menggugat, sedangkan ormas dari provinsi lain (33 provinsi) tidak mempermasalahkan SKB 3 mentri karena sudah sesuai dengan UUD dan semua peraturan lainnya, karena ormas tsb. Tidak memiliki legal standing biarkan saja putusan MA berlaku di Provinsi Sumbar, jangan hanya karena kewenangannya maka MA bisa seenaknya memutuskan tanpa berdiskusi dengan 3 kementrian dan ormas lain yang mendukung SKB, cara cara MA menjadi contoh buruk aparat penegak hukum, masa MA ngurusi SKB yang remeh temeh, gak mutu, patut dicurigai.

  2. Saya tidak setujuh kalau dibilang SKB 3Mentri bertentangan dengan UUD 1945,pasal 31:3 ,dan UU no 20 th 2003.Apakah dengan tidak berjilbab kita dianggap tidak beriman ,bertakwa dan tidak berahklak mulia ???

Gedung Komunitas Utan Kayu, Jalan Utan Kayu Raya No. 68H

Jakarta Timur 13120

cropped-cropped-GITA_full_1-e1622556572142-1.png